Thursday, March 26, 2015

HATIKU SELEMBAR DAUN

hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput
nanti dulu
biarkan aku sejenak terbaring di sini
ada yang masih ingin ku pandang
yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu tamanmu
setiap pagi

puisi indah yang tuliskan oleh sapardi ini memiliki sebuah pemaknaan yang luar biasa. dalam puisi ini sapardi menggambarkan kehidupan 2 mahluk yang berbeda, daun dan mahluk yang bisa menyapu setiap pagi, yaitu manusia (bolehkah aku menganggap mahluk itu manusia? semoga saja penafsiran ku tidak salah). dan gambaran mengenai waktu serta kematian dari sebuah pengharapan.

hati yang di gambarkan dengan lugu/polos/apaadanya sebagai layaknya daun yang jatuh dari pohon, dan siap di buang oleh sang manusia, karena memang menurut manusia daun yang jatuh adalah sesuatu yang kotor dan tidak berharga, dan ketika daun itu masih menempel di pohon memang sering kali di agung-agungkan menjadi sesuatu yang berharga, bahkan pemerintah juga menggalakkan penghijauan di indonesia. tapi bahasan kali ini bukan secara general diberikan kepada masyarakat umum, khusus kepada pribadi yang dituju sang daun.

sang daun menyadari bahwa hidupnya sudah dianggap tidak berguna dan siap menerima masa pembuangan dari manusia terrsebut, tetapi sang daun secara singkat berharap bahwa sebelum dia dibuang, daun itu ingin menikmati masa-masa di mana sesuatu yang biasa menjadi sesuatu yang luar biasa, dan ke-sesaatan-nya itu dinilai begitu berharga dan dianggap abadi.

mungkin ada sebuah permasalahan pelik antara kehidupan sang daun dan manusia tersebut, yang jelas perbedaan tentang siapa daun dan manusia sudah menjadi problem besar yang tidak mungkin terselesaikan. namun sang daun dengan seluruh kekuatannya memohon supaya manusia itu memberi secercah asa dalam akhir hayat sang daun.

tragis memang, namun itulah yang harus diterima oleh sang daun. memang sang daun sadar bahwa manusia tidak akan mengagumi 1 helai daun saja, namun banyak (sekumpulan). dan sekarang aku ingin mengajak kalian semua untuk melihat bahwa sang daun sadar akan eksistensi dirinya yang sudah dianggap tidak ada bedanya dengan kumpulan daun kering lainnya, yang mungkin daun itu brengsek, hina, dan najis, meskipun pada awalnya sang daun pernah menjadi bagian yang terindah dalam kehidupan manusia itu.

asa tinggalah asa, berteriaklah sekeras jiwa raga. semoga, dan memang tetap semoga, manusia itu akan merubah diriku menjadi daun jatuh yang indah, yang ditempelkan dalam ruangan yang indah, senantiasa kembali diagungkan dalam hidup manusia.

hatiku selembar daun yang jatuh di atas rumput, jangan sapu aku dulu cintaku, karena aku ingin terus menatapmu hingga waktu yang meleburku

No comments:

Post a Comment

berkomentarlah dengan bijak - jika membutuhkan bantuan terkait artikel di blog, WA 0896-7161-2191