hari ini aku kembali bertemu dengan sahabat ku yang sudah
lama sekali tak ku jumpai… perjumpaan awal dan proses kami menjadi sahabat beberapa
tahun silam bisa dikatakan sangat unik. terkadang aku cukup heran, kenapa
persahabatan kami ini bisa berlangsung cukup lama. “Ah sudahlah, aku sedang tak
ingin membahas betapa uniknya proses persahabatan/ persaudaraan kami sekarang,
karena masih ada hal yang lebih penting untuk diceritakan ketika sahabatku ini
sedang mengeruk dan menikmati kebahagiaan yang disajikan oleh kota Jogja.
Aku cukup kaget ketika Dev menyatakan rencana nya untuk datang
ke Jogja telah benar-benar matang, padahal beberapa waktu lalu, semua
rencananya kandas dimakan kesibukannya. Keseriusannya menyambangi Jogja untuk
melepas penatnya ditunjukkan dari to do list yang warbyasak padat.
Meskipun tujuan utama untuk shopping dan kulineran, toh tetap
saja Dev dan Wen tertarik dengan isu-isu dunia spiritualitas di Jogja, salah
satunya adalah berjalan dengan tutup mata melewati pohon beringin kembar di
alun-alun selatan (alkid) dan jika berhasil, maka harapan-harapan mereka yang sedang
digumulkan akan segera terwujud, tidak lagi buram, atau setidaknya dijawab oleh
sang Tuhan.
Dev dan wen mengawali perjalanan spiritualnya dengan
mendiskusikan jarak, langkah, kesulitan yang dihadapi (saking ramainya
orang-orang di sana), ketakutan-ketakutan (kalau nabrak gimana?), mencoba
menalar nasihat orang-orang yang pernah mencobanya, mencoba menalar
keberhasilan dan kegagalan orang lain. well, akhirnya mereka yang membekali
diri dengan masker langsung saja menutup mata mereka menggunakan masker itu. Akhirnya
sebuah perjalanan spiritual dimulai.
Dev dan Wen mencoba dengan berjalan perlahan, menjulurkan
tangan untuk menjadi radar, dia tetap menggunakan tas gendongnya di depan,
mungkin saja wen berfikir bahwa ini adalah pertahanan terbaik ketika nanti dia
menabrak orang lain. Make a wish and GO!!! Tapi ternyata percobaan pertama
gagal, FAIL…!!! pecahlah tawa dua sahabat
itu dan tentunya kami (aku dan mas wid yang menjadi “guide” mereka). Kami
bersama-sama (tanpa beban) menertawakan kegagalan perjalanan spiritual wen an dev.
Seringan itukah mereka menerima kegagalan? Seringan itukah
kami bisa menertawakan diri sendiri ketika mengalami kegagalan dalam realitas
hidup? Hahaha entahlah… bagiku itu
penting, tapi yang kemudian menjadi lebih penting adalah NEXT STEP nya. Dev dan
Wen mulai merubah cara mereka untuk bisa berhasil melewatinya… mereka penasaran…
mereka tak malu untuk mencoba lagi… mereka tak lagi takut bila nantinya orang lain
tertabrak, toh akhirnya mereka menyadari bahwa tertabrak dalam peristiwa ini
tak akan menghadirkan luka, meskipun demikian, mereka tetap memberikan
pertahanan terbaiknya seperti semula. PERCOBAAN KEDUA ini, mereka menggunakan
pengalaman orang lain sebagai cerminan langkah mereka, LARI… bagiku ini gila,
karena kalau nabrak orang lain, shock yang di dapat pasti akan diterima dua
kali lipat, dan kalau jatuh bisa-bisa wajah mereka jadi taruhan. Tapi keputusan
telah dibuat, dan wen mengeksekusi percobaan ke dua.. kami yang kuatir wen nabrak orang lain
mencoba membersihkan jalan utama dari orang-orang (kebetulan ada dua bule
ganteng yang ku minta untuk minggir). Dan anehnya, wen bisa berhasil berlari
melewati pohon beringin itu. Dan kulihat dia semakin berani sejak keberhasilannya
yang pertama, bahkan kegagalannya di awal tadi tak menjadi sebuah ketakutan
untuk melakukan percobaan ke3 dan ke 4. Dalam percobaan selanjutnya, dia
menggendong tasnya di belakang (tak lagi
di depan), melepas jaketnya, dan dia mencoba lagi beberapa kali dan berhasil. Tantangan
itu tak lagi dilihat sebagai ketakutan, tetapi tetap ada kekawatiran yang masih
dijaga sebagai self awareness yaitu ketakutan bila mana nanti menabrak orang
lain ketika mencoba lagi, lagi, lagi, dan lagi.
Sejenak aku termenung, sepertinya, apa yang dilakukan dev
dan wen dapat dipandang sebagai cerminan dalam kehidupan sejati tiap manusia,
aku percaya mereka yang mencoba, gagal dan berhasil atau gagal terus, memiliki
nilai-nilai yang tak mungkin mereka lupakan begitu saja, bahkan pengalaman
spiritual tadi bisa saja ditularkan kepada orang lain yang nanti nya akan
dijumpai kelak. Ah nampaknya aku terlalu berfikir serius, tapi aku senang,
ternyata Jogja malam ini, Alkid malam ini mengajarkan banyak hal tentang sebuah
perjalanan.