Sunday, December 27, 2015

JOGJA dan KRITIK

di tahun 2015, yang aku ingat, ada beberapa kejadian besar di jogja yang mendapat perhatian publik cukup besar, diantaranya adalah kasus flo, kasus polisi dan MOGE, kasus bunga amarilys di pathuk gunung kidul, kasus konvoi parpol waktu pilkada SANTUN, dan yang terbaru adalah kasus tata kota jogja yang dikritik oleh seorang warga tuban jawa timur.

kasus-kasus yang muncul di ruang publik memang bisa menjadi sangat ekstrim, karena mengundang banyak komentar dari berbagai kalangan, khususnya para netizen di youtube, twitter, facebook, dan Instagram. tak jarang si pemberi kritik juga mendapatkan serangan balik dari warga jogja yang tak trima kotanya di kritik dengan bahasa yang sangat kasar.

sebenarnya kuncinya adalah pemilihan bahasa, tak jarang pengkritik dunia maya menggunakan kata-kata yang tak pantas dalam kritikannya, sehingga hal itu menghilangkan sisi positif dari nilai-nilai yang hendak disampaikan pada kritikannya. tidak hanya jogja, banyak suku yang ketika difrontalin selera musiknya, juga merasa tak terima, bahkan banyak yang mengancam akan menghabisi si pengkritik jika bertemu di dunia nyata. terlebih lagi ada kasus ONGEN si penghina presiden dengan memainkan tagar papadoyanlon***, kata lon*** bagi saya pribadi memang tidak menjadi masalah jika kata itu berdiri sendiri, bahkan ketika tagar itu ditujukan bagi diri sendiri, bagi saya juga tak masalah, tapi ketika tagar itu diberikan pada presiden atau orang lain, wajar jika hal tersebut dikecam sebagai penghinaan dan penghinaan tersebut menuai hukuman dari pihak kepolisian yang mengeluarkan UU hate speech. hanya saya masih heran, penghina orang lain dalam kasus ongen itu kok masih banyak yang bela, dengan mengatakan "orde yang tak tahan kritik, tak suka demokrasi", bagi saya pembela ongen itu wow banget, coba lihat, ketika sebuah kota, suku, atau bahkan taman bunga musiman dirusak oleh orang-orang tak bertanggung jawab, komentar pedas, makian balik dan hinaan banyak menghajar pelakunya, tak menutup kemungkinan si penghina atau perusak akan dikenakan hukuman setimpal dari pihak berwajib.

kritik memang penting, tapi akan hilang ke-penting-annya bila disertai hinaan.

berbicara soal antikritik, memang hakikatnya semua orang/ lembaga INGIN merasa bahwa sikap dan apa yang dilakukan selalu dianggap benar oleh orang banyak, hal ini dpat dibuktikan argumen-argumen yang diberikan saat dirinya dikritik oleh orang lain, tak usah jauh-jauh, misal saya, di kritik soal jas, warna kemeja, dan warna dasi yang tak pernah ganti ketika bertugas, sebenarnya kritik itu sangat membangun jika dipahami dan disadari side efek dari kritikan tersebut, tapi saya masih saja ngeyel dan berargumen soal ukuran baju yang sulit, tingkat kenyamanan dasi, dan pemilihan warna kemeja yang bikin badan saya nggak terlalu gendut ketika dilihat. tapi semakin besar resistensi ku terhadap kritik, pasti aku nggak pernah bisa mikir seberapa penting kritik itu untukku.

berangkat dari sini, aku, pendatang yang tinggal di jogja melihat betapa banyak orang menyatakan cintanya pada jogja (terkhusus warganya sendiri) banyak yang menyatakan bahwa jogja teramat istimewa baginya, hingga tak rela ketika ada warga yang tersakiti, tertabrak oleh MOGE ketika MOGE mengadakan konvoi, tak rela jogja di hina GOBLOG, TOLOL, KENTUT oleh orang lain, ya karena jogja begitu istimewa, banyak orang membela jogja secara luar biasa ketika merasa jogja di kritisi dengan cara tak layak,

tapi sedihku muncul ketika banyak orang jogja yang melawan aksi ugal-ugalan moge, tapi warga jogja sendiri justru banyak yang ugal2an di konvoi parpol, atau pengendara motor sehari-hari yang naik rx king, atau cb jap style, atau motor gede lainnya yang digeber2, ngebut di jalan kecil,dan merasa menjadi raja jalanan.

aku sedih ketika banyak orang mengaku cinta jogja, tapi di jalan entah menggunakan mobil atau motor, sambil merokok, buang abu dan puntung rokok sembarangan, jika terkena orang diblakangnya, diingatkan malah marah-marah ngajakin berantem.

banyak orang rela mengabadikan momen kesalahan orang lain yang diambil dari kamera HP nya, mengupload di media sosial, bertujuan membully habis2an pihak yang bersalah bersama dengan netizen lain, tanpa berfikir, seandainya dia mengingatkan langsung pasti lebih bermanfaat daripada membully via sosial media. perhatikan si pencinta kebenaran, seolah-olah menyalahkan polisi, tapi dia sendiri berhenti di jalur sepeda, sambil memfoto, dan mengatakan orang lain bersalah, dan dirinya tidak (padahal ada UU larangan bermain HP di jalan)

Pasal 283 UU No 22 adalah, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)."



banyak "orang jogja" tak suka dikritik, tanpa mau melihat ke dalaman nilai kritikannya, perlawanan secara serentak memang tampak begitu asik, tapi tanpa memikirkan sebuah solusi dan nilai di balik kritikannya, aku rasa perlawanan tersebut adalah sebuah kesia-siaan.



nb: saya tak berharap tulisan ini terbaca olehmu, tapi jika kamu membaca tulisan ini, mohon tidak tersinggung dan tidak berfikir bahwa aku sedang melakukan hate-speech dan ketika anda merasa saya melakukan hate speech, silakan panggil saya ketika anda melaporkan ke pihak berwajib, saya pasti datang