Saturday, March 26, 2016

MENGHARGAI SESAMA

Bagi ku, topik ini bisa jadi sensitif, tapi asik lah kalau dijadikan perenungan. Sebelum lanjut membaca ini kita harus sepakat bahwa setelah membacanya, pikiran tidak boleh “menyebar ke mana-mana” dan tidak harus merubah apapun, kecuali nilai yang di dapat dalam tulisan ini (kalau ada).

Selama seminggu ini, si rusty alias si rustam, motor kesayangan ku baru masuk bengkel karena per stater putus, harus sekur klep, ganti karbu, ganti rantai kamprat, turun mesin, belah mesin, dan setting ulang, biayanya wow banget. Hidup di zaman sekarang, transportasi sangat terasa penting buat orang yang punya mobilitas tinggi, sehingga ketika motor/ mobil masuk bengkel rutinitas tersebut dapat “tersendat”, berat ringannya “sendatan” itu tergantung besarnya kocek yang dimiliki. Detail kebutuhan untuk mobilitas tersebut dapat dilihat dari jasa persewaan motor atau gojek/ ojek yang tersedia di sekitaran. Perhitungannya, untuk motor matic jasa rental motor antara 50-80rb sehari, kalau supra atau motor yang lebih jadul 25-35rb perhari. Jasa gojek per 9km menurut aplikasi 20rb-25rb, kalau non aplikasi (nembak gojek di jalan) 30-35rb. 0-1km gojek punya tariff flat 15ribu. Wow banget kan kalau dikali 1 minggu. Trus apa sebenernya kaitan angka-angka tadi dengan muatan sensitifitas yang terdapat di dalamnya? Gini…. Kasus ini spesifik lho…

Sebagai mahluk sosial, manusia kerap kali bersentuhan dengan sesamanya dalam ranah sarana transportasi, antar-jemput, atau minjem motor. Memang kebaikan-kebaikan yang ditebar atau diberikan rasanya tabu kalau harus di-angka-kan, tapi dari gambaran angka-angka yang ada bisa menjadi sebuah perenungan untuk menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai sesama, terlebih untuk orang-orang yang terdekat, tentunya tidak hanya dalam topik yang spesifik seperti dalam tulisan ini saja.

kalau kata pak wi dulu, “berbuat kebaikan itu memang sudah jadi kewajiban setiap manusia, jadi nda perlu lagi diapresiasi. Lha wong wajibnya begitu”, tapi rasanya, secara etis setiap manusia yang menerima kebaikan itu wajib melihat apapun yang sudah diberikan orang lain, setidaknya memberikan apresiasi dalam bentuk menghargai ketulusan / usahanya dalam mewujudkan perbuatan baik.

bener ga kalau ini ada hubungannya sama kalimat ini, “berbuatlah baik untuk orang lain, sama seperti yang kamu harapkan orang lain berbuat untukmu”, kayaknya ini “golden rule” nya, meskipun pada akhirnya kalimat ini dirasa masih “tendensius”/ pamrih sehingga tampak harus ada penyempurnaannya: “kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi diri sendiri”.

Menghargai orang lain karena melihat besaran angka saja nampaknya bukan cara yang bijak, menghargai orang lain karena memang panggilan setiap orang untuk menghargai itulah yang ideal, tapi melihat angka untuk sekedar berefleksi secara kontinyu sebagai dasar menghargai orang terdekat, rasanya juga tidak keleru…

Betewe, udah dulu deh tulisannya, dari pada makin runyam pikirannya… kalau dirasa tulisan ini ngawur, tolong pahami bahwa gue keturunan cina… yang punya stereotype itung2an wakakawkawaka… tapi dari kasus nyari gojek, jemput si rustam, dan bayar ongkosnya, ku rasa kebaikan teman-teman yang terlibat ga bisa dihargai secara remeh temeh… trimakasih banyak untuk pak danang yang sudah mau minjemin si lotus (astrea 800 – astrea wolungatus) secara gratis :v upahmu besar di surga pak :p

spesial buat lukas mekanik handal+rapi yang bengkelnya di berbah, sumberkulon trims sudah menyehatkan si rustam...