Thursday, January 21, 2016

TAK ADA GADING YANG TAK RETAK

Topik diskusi mengenai gading yang retak, biasanya selalu dikaitkan dengan tema ketidaksempurnaan seseorang yang dapat meruncing pada tema dosa dan pengampunan. Tema ini terkadang menjadi terlalu basi untuk dibahas dalam sebuah komunitas atau di kalangan tertentu, di samping itu topik ini bisa saja menjadi topik yang tabu, sangat sensitif karena akan melukai banyak pihak. Mengapa bisa begitu? Jawabannya simpel, karena topik ini membicarakan sikap hidup manusia Indonesia kebanyakan yang masih memegang budaya “pakewuh” untuk mengingatkan sesamanya yang berbuat salah secara langsung, sehingga begitu banyak manusia Indonesia yang seringkali memilih menyimpan kebenciannya, kejengkelannya, atau ketidaksukaannya dalam hati mereka. Di lain pihak, tidak begitu banyak manusia Indonesia yang siap diingatkan oleh sesamanya, sehingga ketika kesadaran itu tidak ada, nasihat, saran, kritik yang diberikan oles sesamanya dianggap sebagai pisau yang sanggup melukai dirinya. Terlalu banyak ketakutan yang membuat menusia lebih memilih menyimpan benci daripada melepaskannya. Belum lagi jika kebencian yang lama tersimpan dalam hati dibagikan kepada orang lain (rekan curhat, apalagi yang tidak netral) bisa saja kebencian yang kecil, menjadi kebencian yang besar yang siap meledak secara bersama-sama. Sudah banyak contoh komunitas yang hancur, terpecah karena masalah kebencian yang disimpan, yang kemudian meledak bersamaan.

Berbicara mengenai contoh kebencian dalam komunitas yang sangat berbahaya, mari kita lihat dalam injil Lukas, dalam kisah Zakheus di kota Yerikho, di mana Zakheus menjadi seorang pemungut cukai, pekerja pajak bagi pemerintahan romawi di kota pusat produksi balsem. Orang Yahudi yang bekerja bagi pemerintah romawi, tidak dapat dipandang sebelah mata, dia berarti merupakan orang penting, orang yang dianggap berjasa bagi kekaisaran Roma, terlebih dalam permasalahan uang negara, tentunya kepercayaan pemerintah terhadap Zakheus, dapat melahirkan hak istimewa baginya dan hak istimewa tersebut diinginkan oleh setiap orang dalam zaman pemerintahan romawi. Di sisi lain, bagi orang Yahudi, zakheus dianggap sebagai penghianat bangsa, karena dia memungut pajak tidak pandang bulu, tidak berarti orang yahudi bebas pajak. Oleh karena hal ini, zakeus memiliki stereotype sebagai seorang pendosa bagi bangsanya. Sedangkan orang Yahudi jika memandang dosa, merupakan hal yang najis, menjijikkan, dan bisa menyebabkan dikucilkan, karena dosa yang najis itu harus dijauhi. Memiliki stereotype sebagai “seorang pendosa” dapat menjadi hal yang tidak menyenangkan untuk zakeus, istilah zakheus adalah “jape mete” atau “cahe dewe” (orang sendiri – kaum sendiri) orang yahudi yang dibenci oleh orang yahudi, tentunya sangat menyakitkan, hal ini bisa saja dirasakan bila kita memandang dari kacamata zaman sekarang, tentu sangat menyakitkan bila kita dimusuhi oleh orang sendiri, teman sendiri, saudara sendiri, tetangga sendiri, dimusuhi oleh komunitas, atau bahkan dimusuhi oleh orang gereja.

Dalam teks Injil Lukas, kita juga kerap kali menilai zakeus sebagai pendosa, bukan karena kita menyadari dia sebagai pendosa, tetapi karena penilaian orang banyak saat itu, “dia mampir ke rumah orang berdosa”. Tanpa kita mau memikirkan sebenernya zakheus kalau telat setor pajak pada pemerintahan romawi apa yang akan terjadi padanya? Karena tanggung jawab kepada negara untuk permasalahan pajak diduga sangat besar. Karena pajak saat itu salah satunya berguna untuk memelihara alat perang, sedangkan kekaisaran romawi sangat haus dengan penaklukan bangsa lain/ perang. Sering kali pembaca injil Lukas turut memberikan label pendosa bagi zakheus karena pengaruh dari teks, tapi mari kita tidak berhenti di situ, lihat apa yang dilakukan oleh Yesus ketika dia mendengar apa yang diutarakan zakheus dalam rumahnya. Dalam Lukas 19:9a “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini”. Bahkan Yesus sama sekali tidak mengatakan bahwa zakheus adalah seorang pendosa. Bagi saya pribadi, bukan hanya kata “soteria - keselamatan” yang menarik untuk dihayati, tapi mengapa respon Yesus begitu luar biasa terhadap ucapan zakheus, ucapan yang mendatangkan keselamatan. Bagi saya, ada sebuah penerimaan dari Yesus terhadap kesadaran dan niatan untuk melakukan sebuah perubahan dari yang tidak baik, menjadi sesuatu yang baik, dari sesuatu yang bersifat untuk diri sendiri, berubah untuk kesejahteraan sesama. Yesus sama sekali tidak menggunakan kata dosa dan dilekatkan pada pribadi zakheus, tapi keselamatan hadir dalam rumah zakheus karena ada niatan untuk melakukan sebuah perubahan, dan Yesus me sangat bersukacita untuk itu.

Manusia yang eksis sebagai mahluk sosial, memiliki kekuatan yang sangat besar bila bersatu dalam sebuah komunitas, sebagai contoh positif: ketika warga gereja bersatu hati, bertekad untuk merenovasi gedung gerejanya, tidak akan lebih sulit jika dibandingkan dengan yang tidak bersatu hati. Ketika kelompok remaja bersatu hati ingin memiliki gitar, maka upaya yang dilakukan benar-benar dapat mempengaruhi apa yang harus dilakukan untuk menggapai cita-cita dalam komunitas tersebut. Tetapi harus diwaspadai, kejahatan komunitas juga dapat terjadi dalam kehidupan manusia yang rapuh. Komunitas gereja bahkan bisa menjadi pihak yang sangat jahat untuk mempengaruhi sesamanya untuk like dan dislike berdasarkan keinginan tertentu. Meskipun hidup sebagai sesama pemeluk agama kristen, tak malu untuk melahap sesamanya dan memberikan label secara masal pada seseorang yang dibenci.

Mari sejenak meletakkan kebencian yang dimiliki, belajar dari respon Yesus terhadap zakheus yang terlabel dengan dosa oleh komunitas, ada sebuah penerimaan sebagai langkah awal dalam sebuah pemulihan. Penerimaan untuk menganggap bahwa zakheus layak untuk mendapatkan kesempatan untuk berubah, penerimaan yang tulus yang melahirkan pengampunan untuk sesama. Penerimaan yang memberikan kesempatan untuk berubah, memberikan panggung bagi sesama untuk mewujudkan perubahan yang disadarinya. Perubahan yang tentunya membawa damai dan keselamatan bagi si pendosa ataupun orang lain.

QUOTE: 
“tidakkah kau terlalu rindu untuk mengampuni sesamamu yang bersalah kepadamu? Ataukah dalam hidupmu, kau tak pernah mendapatkan pengampunan dari sesamamu atau dari Tuhan sekalipun sehingga engkau sulit mengampuni?"

No comments:

Post a Comment

berkomentarlah dengan bijak - jika membutuhkan bantuan terkait artikel di blog, WA 0896-7161-2191